Selasa, 29 Januari 2013

Apa Gaya Kepemimpinan Jokowi ?


Kondisi yang terjadi di Republik Indonesia sekarang ini seperti sebuah Negara yang gagal (failed States), maka tidak salah lagi jabawannya kunci untuk mengatasi kegagalan itu adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kualitas yang tinggi, yang dapat diraih apabila kita memiliki Kepemimpinan Nasional yang hebat, dan berkualitas dari berbagai macam aspek kemampuan.
Menurut Peter F. Druker, para pemimpin bangsa abad 21 haruslah memiliki Sumber Daya Manusia yang mempunyai kemampuan paling sedikit 3 bidang kemampuan atau kompetensi, (M.H. Matondang, 2008) yaitu :
1.            Kompetensi Pribadi (personal mastery)
2.            Kompetensi Kepemimpinan (leadership mastery)
3.            Kompetensi Organisasi (organzational mastery)
 
  Kemudian Peter F. Druker menguraikan satu persatu kemampuan tersebut diatas sebagai berikut :
1.            Kemampuan Pribadi (personal mastery)
(1)          Memiliki integritas tinggi (jujur, loyal, beriman)
(2)          Memiliki visi yang jelas
(3)          Inteligensia tinggi (minimal 5.1)
(4)          Kreatif dan inovatif
(5)          Tidak mudah merasa puas
(6)          Fleksibel dan memiliki kematangan jiwa
(7)          Memiliki wibawa dan kharismatik
(8)          Mempunyai idealism dan cinta tanah air (NKRI)
 
2.            Kemampuan Kepemimpinan (leadership mastery)
(1)          Kemampuan berkomunikasi
(2)          Memiliki kemampuan memotivasi orang lain
(3)          Memiliki kemampuan membuat keputusan yang cepat dan tepat
(4)          Memiliki kemampuan untuk mempengruhi orang lain
(5)          Memiliki kemampuan untuk mengelola konflik
(6)          Memiliki kemampuan berorganisasi
(7)          Memiliki kemampuan memimpin tim kerja
(8)          Memiliki kemampuan untuk mengendalikan stress
 
3.            Kemampuan Berorganisasi (organizational mastery)
(1)          Mampu mengembangkan organisasi
(2)          Memiliki ketrampilan operasional
(3)          Memiliki kesadaran biaya yang tinggi (concontsciouseness)
(4)          Memiliki kemampuan manajemen stratejik
(5)          Memahami aspek makro dan mikro ekonomi
(6)          Mampu meraih peluang (entrepreneur thingking)
(7)          Mampu mengadakan pengkaderan generasi penerus.
 
Kemudian dari tiga komponen besar ini maka pemimpin sebuah organisasi haruslah dapat memahami dan belajar siapa dirinya, apa yang berarti bagi kehidupannya, dan kemudian mempunyai keberanian untuk bertindak dan memperjuangkannya. Joko Widodo Gubernur DKI Jakarta asal Solo mendemonstrasikan model kepemimpinan tersebut dengan tidak mementingkan diri sendiri, terbukti ia sebelum dilantik membuat komitmen untuk tidak berbuat korupsi. Jokowi menempatkan orang lain di depan dirinya adalah suatu kunci kemimpinan sukses, sampai mau masuk kedalam gorong-gorong drainase di jalan MH. Thamrin Jakarta untuk memberi contoh kepada birokrasi yang lain. Jokowi lakukan saat ia santun berpolitik dalam rangka meraih kursi Walikota Solo, dan Gubernur DKI Jakarta, Ia mencoba untuk memberikan kartu pendidikaan dan kesehatan Gratis kepada masyarakat bawah, ia blusukan berkomunikasi dengan publik strata bawah, menengah, atas, maupun kumuh.

Kepemimpinan Berani (Leadership Courage)

Untuk melakukan suatu hal dengan benar diperlukan keberanian. Berani menjadi tidak Populer, berani menanggung resiko dan berani memperjuangkan hal yang diyakini. Pemimpin kadang harus menggali jauh ke dalam dirinya untuk menemukan kekuatan dan keberanian untuk melawan ketika seseorang tidak dapat menerima pendapatnya tanpa alasan yang jelas.

Beberapa orang mengatakan tanpa keberanian, kepemimpinan tidak dapat ditunjukkan atau ditonjolkan, beberapa pemimpin pada organisasi yang besar, menyatakan keberanian adalah hal yang penting tetapi kadang diartikan dengan melakukan hal-hal yang akan membuat dirinya mendapat promosi atau meningkatkan gajinya (Prof. M.H. Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik, 2008). Gaya Kepemimpinan Jokowi menurut kebanyakan pendapat masyarakat pada saat beliau menyatakan ikut pencalonan Gubernur DKI Jakarta adalah suatu hal yang berlebihan, tidak masuk akal. Karena dari postur tubuh yang kurus kecil, sederhana, pengalaman memimpin organisasi yang besar belum terlalu teruji, kota Solo yang dipimpin saat itu menurut kebanyakan orang tidaklah bisa disamakan dengan DKI Jakarta dengan multi etnis, geografis, budaya, pola hidup, masalah sosial, kemiskinan, dan masalah-masalah infrastruktur dan suprastruktur yang jauh berbeda dengan kota Solo. Ternyata Jokowi memiliki kepemimpinan yang berani (leadership Courges), awal kampanye ia sudah menyatakan anggaran kampanye yang hanya pas-pasan.  

Namun keberaniannya yang luar biasa dari kebanyakan orang, Jokowi masuk jauh ke dalam kota Jakarta dengan menusuk hati setiap masyarakat Jakarta yang multi etnis itu dengan senjata keberanian, tepatlah kalau dalam teori Kepemimpinan menurut Tead, terry dan Hoyt yaitu merupakan kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan padakemampuan seorang pemimpin tersebutmengarahkan, dan mengambil hati masyarakat atau komunitas sebuah organisasi untuk bersama-sama mencapai tujuan.

Sesungguhnya Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Jokowi pada masa Kepemimpinan Presiden Sukarno sudah dilakukan oleh belia, kalau kita menyimak buku karya Bung Karno Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno sering blusukan malam hari ketempat-tempat masyarakat kumuh, makan bersama orang-orang kecil di warung-warung kecil, perilaku seorang Pemimpin seperti Bung Karno inilah yang diadopsi oleh Jokowi yang dtinggalkan oleh para Pemimpin kita saat sekarang ini, gaya kepemimpinan inilah yang dirindukan oleh masyarakat Republik ini yang tidak dimiliki oleh para pemimpin kita baik di daerah maupun di pusat.   

Kalau para pemimpin bangsa ini mau jujur, pertama kali setelah mereka dinyatakan dalam kemenangan sebuah pilkada, atau pimpinan sebuah lembaga tinggi Negara, maka mereka akan menanyakan seberapa besar anggaran yang sebuah organisasi yang akan ia pimpin, tidak melakukan inventarisasi, atau komunikasi ke bawah atau masyarakat kecil yang nota bene harus kita jadikan masyarakat yang besar.

Figur Jujur, sederhana, apa adanya, turun mencari masalah, dan mencari solusi secara real dan sederhana pula, yang biasa  dirasakan langsung oleh masyarakat membuat warga Jakarta menjadi nyaman dan penuh harap perubahan kondisi Jakarta dimasa yang akan datang. Tidak penuh dengan retorika dengan menggunakan teori-teori yang tidak dimengerti oleh masyarakat, yang tak kunjung terwujud.

          Berbeda dengan pendapat Wakil Gubernur Priyanto era Fauzi Bowo terkait dengan sepak terjang pemimpin baru ibukota Negara, adalah gaya kepemimpinan militer, dimana wakilnya atau menurut istilah beliau adalah Ibu Rumah tangga yang diberi kewenangan untuk mengurus rumah tangga atau kedalam tentang kepegawaian dan kebijakan-kebijakan internal. Sementara menurut Priyanto Komandan dalam hal ini adalah Jokowi mengurus wilayah yang lebih luas, yaitu keluar ke wilayah kantong-kantong permasalahan yang lebih komplek, namun bukan berarti keputusan-keputusan terhadap masalah-masalah SKPD tidak diputuskan oleh Jokowi, tetapi ia memberikan arahan, melakukan pemetaan permasalah dan secara demokratis ia memberikan alternatif pemecahan masalah kepada seluruh jajaran stafnya secara demokratis. Awal menjabat Gubernur DKI, setelah dilantik belia Jokowi langsung melakukan pemetaan masalah emergency yang harus segera ditangani, tanpa terlalu banyak menunggu



Tidak ada komentar:

Posting Komentar